TUGAS EKONOMI POLITIK
MEDIA
KARYA ILMIAH
“PENGARUH DARI PERAN
SERTA KEPEMILIKAN MEDIA TERHADAP SISTEM POLITIK DI INDONESIA”
Disusun
Oleh :
HANANDA MADIRESTA WIJAYA
201710415047
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Kepemilikan media dalam pendekatan ekonomi politik mempunyai
arti penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan
media kepada masyarakat. Menurut Giddens, sebagaimana dikutip Werner A. Meier,
para pemilik media merupakan pihak yang kuat dan belum dapat ditundukkan dalam
demokrasi saat ini. Melihat adanya hubungan erat antara pemilik media dengan
kontrol media sebagai sebuah hubungan tidak langsung dapat memainkan peranan
yang signifikan dalam melakukan legitimasi terhadap ketidaksetaraan pendapatan
(wealth), kekuasaan (power) dan privilege (hak istimewa).
Sejak abad ke 20, kepentingan kapitalis telah
menentukan arah tumbuhnya media, bahkan besar-kuatnya media. Pemilik media
adalah para businessman yang merupakan pemilik modal dalam mendirikan atau
turut mendirikan usaha media dan berupaya untuk mencari keuntungan ekonomi
melalui usahanya itu sendiri. Struktur organisasi media menjadi terkait dengan sistem
ekonomi kapitalis yang membawa tujuan bisnis kompetitif dari pemilik industri
media yang dimana setiap media menghitung laba yang dikeluarkan dari tiap kerja
pemberitaannya. Maka, item-item pemberitaan pun diseleksi dengan menggunakan
asumsi riset pasar. Kerja pemberitaan bukan lagi dihitung hanya berdasarkan
ongkos operasional liputan saja melainkan seberapa besar target yang tertuju
kepada khalayak umum.
Dalam menjalankan usahanya, media atau pemilik media
bersinggungan dengan kekuasaan. Para pemilik media kerap ditemukan sebagai
elite-elite bisnis industri yang berhubungan erat dengan para elite pemegang
kekuasaan. Bisnis mereka kerap terkait dengan kebijakan elite kekuasaan. Hal
itu mengakibatkan “politik dagang” para pemilik media dituding ikut melestarikan
status quo kekuasaan para tokoh politik yang menjadi rekanan mereka.
kekuasaan kepemilikan media, meski secara etik
dibatasi dan secara normatif disangkal, bukan saja memberi pengaruh pada konten
media, namun juga memberikan implikasi logis kepada masyarakat selaku audience.
Pemberitaan media menjadi tidak bebas lagi, muatannya kerap memperhitungkan
aspek pasar dan politik. Produk pemberitaan menjadi margin komoditas laba
ekonomi sekaligus margin kepentingan politik. Hal itu, pada banyak kasus, telah
mereduksi kemandirian institusi media. Akibatnya, terjadi kasus-kasus yang dimana
liputan media harus berhadapan langsung dengan kepentingan politik dan bisnis.
Tema-tema liputan disesuaikan dengan orientasi tersebut dengan dasar
kepentingan satu pihak.
Dampak lainnya juga ialah perubahan arah dari sebuah
pemberitaan. Area pemberitaan “hard journalism” berubah jadi “soft journalism”.
Kisah-kisah soft news dan human interest menjadi buruan para wartawan. seperti
korupsi dan manipulasi serta nepotisme, menjadi fleksibel dan adaptabel.
Berita-berita tersebut tidak segera atau bahkan terkadang tidak dapat
disiarkan. Tapi, kerap dihambat, difilter, diatur, atau dikontrol oleh pemilik
media tersebut agar lebih terjaga privasi dari orang tersebut,[1]
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas
rumusan masalahnya adalah :
1.
Apakah hingga saat ini kepemilikan media masih berpengaruh dalam sistem politik
Indonesia? Terlebih setelah setahun berlalu adanya tahun politik yang sekarang dikatakan
telah selesai masanya.
2.
Bagaimana peran kepemilikan media dalam menampilkan sebuah isu politik?
3.
Apa yang terjadi kepada masyarakat, jikalau kepemilikan media saat ini ada
sangkut pautnya dengan sistem politik di Indonesia? Terlebih media akan
menggiring sebuah opini kepada masyarakat selaku audience agar mampu
mempercayai salah satu media-media tertentu.
1.3 TUJUAN
Penulisan karya ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi
tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca lainnya. Pada
karya ilmiah yang saya tulis ini memberikan suatu penjelasan tentang kepemilikan
media yang pada dasarnya adalah suatu kekuasaan dalam suatu ruang lingkup media
massa. Maka oleh karena itu, nuansa politik saat ini lebih ketergantungan
kepada media agar mampu mendapatkan simpatik masyarakat ataupun menggiring
opini bersama terhadap tujuan suatu elite politik tertentu. Dengan demikian, karya
ilmiah ini akan memaparkan bagaimana suatu kepemilikan media yang hampir
sepenuhnya berkaitan dengan sistem politik di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KAJIAN TEORI
Dalam
pembahasan diatas yaitu “Pengaruh Dari Peran Serta Kepemilikan Media terhadap
sistem politik di Indonesia” adapun kaitan teorinya yang saya baca dari
berbagai sumber yang ada yaitu teori Mass Communication theories, yang meliputi
:
-
Pertama : Media massa
dipandang sebagai window on events and experience, yang dimana media dipandang
sebagai jendela yang memungkinkan khalayak untuk melihat apa yang sedang
terjadi di luar sana ataupun pada diri mereka sendiri.
-
Kedua : Media juga
sering dianggap sebagai a mirror of events in society and the world, implying a
faithful reflection, yaitu cermin sebagai peristiwa yang ada dimasyarakat dan
dunia dengan mereflesiksikan apa adanya.
-
Ketiga : Memandang
media massa sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk
diberi perhatian atau tidak.
-
Keempat : Media massa
acap kali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang
menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian atau alternatif
yang beragam.
-
Kelima : Melihat media
massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide
kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.
-
Keenam : Media massa
sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekedar tempat berlalu lalangnya
informasi tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya
komunikasi yang interaktif.[2]
Selain diatas ada penjelasan terdahulu tentang teori
yang ada dalam buku Mass Communication Theories, ada juga sumber lain yang sama
halnya berkaitan dengan judul yang saya tulis dalam karya ilmiah ini dan
termasuk ke dalam sebuah buku Mass Comunnication Theories yang penulisnya
adalah McQuail (2002:66).
1.
Teori ilmu pengetahuan sosial
Teori pengetahuan sosial mengusulkan berbagai
pernyataan umum yang berkaitan dengan sifat dasar, cara kerja, dan efek
komunikasi massa yang berdasarkan pengamatan terhadap media dan sumber
terkait lainnya yang dilakukan secara
sistematis. Jenis teori ini seringkali tergantung pada teori ilmu pengetahuan
sosial lainnya seperti sosiologi, psikologi, dan politik.
Beberapa teori menekankan pada pemahaman tentang apa
yang terjadi di era saat ini, beberapa teori lainnya menekankan pada pengembangan
sebuah kritik, dan beberapa teori lainnya lagi menekankan pada aspek praktis
dalam proses informasi publik atau persuasi (McQuail, 1987; McQuail, 2010).
Contoh teori lainnya adalah teori efek media massa
seperti model stimulus-respon, teori jarum hipodermik, teori uses and
gratifications, teori kultivasi, teori spiral keheningan, teori kesenjangan
pengetahuan, dan teori agenda setting. Terkait
dengan teori media massa seperti teori masyarakat massa, pandangan klasik
Marxisme, teori politik ekonomi, teori kritik aliran Frankfurt, teori hegemoni
media (hegemoni media massa), pendekatan sosial budaya, dan pendekatan
fungsionalis struktural.
2.
Teori budaya
Teori budaya memiliki karakteristik yang beragam.
Dalam beberapa bentuk, teori budaya bersifat evaluatif, berusaha untuk
membedakan artefak budaya sesuai dengan beberapa kriteria kualitas. Terkadang
memiliki tujuan hampir berlawanan, berusaha untuk menantang klasifikasi
hierarkis karena tidak relevan menjadi signifikansi sebenarnya dari budaya
(McQuail, 2010).
3.
Teori normatif
Teori normatif lebih menekankan pada masalah
bagaimana seharusnya peran media massa dalam serangkaian nilai sosial
diterapkan dan dicapai sesuai dengan sifat dasar nilai-nilai sosial. Jenis
teori ini penting karena teori normatif memang berperan dalam membentuk
institusi media dan berpengaruh besar dalam menentukan sumbangsih media,
sebagaimana yang diharapkan oleh publik media itu sendiri dan organisasi serta
para pelaksana organisasi sosial itu.
Teori-teori normatif masyarakat menekankan pada
kepemilikan media yang umumnya ditemukan dalam hukum, regulasi, kebijakan
media, kode etik, dan substansi debat publik. Walaupun teori normatif media
sendiri tidak obyektif, namun teori normatif media dapat dikaji dengan
menggunakan metode ilmu-ilmu sosial yang obyektif (McQuail, 1987; McQuail, 1992, McQuail, 2010). Adapun yang termasuk ke
dalam teori normatif adalah teori pers yang terdiri dari teori otoritarian
pers, teori pers bebas yang berakar dari teori liberalisme, teori tanggung jawab
sosial, teori media soviet, teori media pembangunan, dan teori
demokratik-partisipan.
4.
Teori operasional
Pengetahuan tentang media dapat digambarkan secara
lebih baik dengan teori operasional karena teori operasional merujuk pada
berbagai gagasan praktis yang dirumuskan dan diterapkan oleh para praktisi
media. Ragam teori ini juga disebut dengan teori praktis karena menyuguhkan
penuntun tentang tujuan media, cara kerja yang seharusnya diterapkan agar
seirama dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan sosial yang sifatnya lebih
abstrak, dan cara-cara pencapaian beberapa sasaran tertentu.
Beberapa hal yang dikandungnya berkenaan dengan
konsep teknik pelaksanaan yang bersumber dari tradisi, penerapan profesional,
norma-norma, dan kebiasaan yang mengarahkan cara kerja produksi media. Semua
itu menuntun media agar tetap berjalan secara taat asas dari waktu ke waktu.
Contohnya adalah terkait dengan kode etik media dan kode etik wartawan.
5.
Teori akal sehat
Teori akal sehat merujuk pada seluruh pengetahuan
yang kita miliki dari pengalaman pribadi dengan media. Dasar teori akal sehat
adalah kemampuan membuat pilihan yang konsisten, mengembangkan pola rasa,
membentuk gaya hidup dan identitas sebagai konsumen media. Teori akal sehat
juga mendukung kemampuan untuk membuat penilaian kritis. Kesemuanya ini
membentuk apa yang media tawarkan kepada khalayak dan merancang arah serta
pengaruh media. Cara kerja teori akal sehat dapat kita lihat dalam norma-norma
penggunaan media (McQuail, 1987; McQuail, 2010). Contohnya adalah teori uses
and gratifications yang berasumsi bahwa kita menggunakan media tertentu karena
didorong oleh berbagai kebutuhan dan motivasi tertentu.[3]
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 PENGARUH DARI PERAN
SERTA KEPEMILIKAN MEDIA TERHADAP SISTEM POLITIK DI INDONESIA
Menurut Giddens, sebagaimana dikutip Werner A.
Meier, kepemilikan media merupakan pihak kuat yang belum dapat “ditundukkan”
dalam demokrasi di era saat ini. Golding dan Murdock melihat adanya hubungan
erat antara pemilik media dengan kontrol media sebagai sebuah hubungan tidak
langsung dalam sistem politik di indonesia.
Kepemilikan media itu bersifat kapitalistik.
Analisis kepemilikan media yang bersifat kapitalistik akan dapat dijumpai jika
berada pada satu negara yang menganut sistem demokrasi seperti khususnya Negara
Indonesia, yang dimana campur tangan pemerintah sangat berpengaruh dalam
mengatur media dan pasar yang memegang
kendali dalam semangat kapitalisme. Para peneliti, baik liberal maupun Marxis,
sama-sama sepakat bahwa analisis kepemilikan media berhubungan erat pada
kapitalisme. Kepemilikan media juga menjadi sebuah term yang selalu dihubungkan
dengan konglomerasi dan monopoli media.
Pembatasan dan Regulasi Kepemilikan Media
memiliki kecenderungan terhadap industri media sebagai alat kapitalisme menjadi semakin nyata. Bentuknya
menjadi semakin menggurita, menjangkau ke mana-mana, cenderung ingin memonopoli
dan bahkan melintasi batas wilayah Negara Indonesia saat ini. Tetapi kontrol kepemilikannya
justru makin terkonsentrasi hanya pada beberapa orang saja. Dalam menjelaskan fenomena tersebut Peter
Gollding dan Graham Murdoch mengatakan “Media as a political and economic
vehicle, tend to be controlled by conglomerates and media barons who are
becoming fewer in number but through acquisition, controlled the larger part of the world’s mass media and
mass communication” (2000: 71). Menurut Feintuck, regulasi penyiaraan mengatur
tiga hal yakni struktur, tingkah laku, dan isi.
Regulasi
struktur berisi pola-pola kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku
yang dimaksudkan untuk mengatur tata-laksana penggunaan properti dalam
kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi yang menjadi batasan material
siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan.
Mengatur atau membatasi pemusatan kepimilikan
media massa, khususnya penyiaran yang menggunakan ranah public perlu dilakukan
untuk menjamin adanya keragaman kepemilikan, keragaman isi, dan keberagaman
pendapat di media massa khususnya pada sistem perpolitikan Negara Indonesia.[4]
Seperti
penjelasan lainnya, bahwa permasalahan ini sudah terjadi saat tahun politik
tiba, sebagaimana kita tahu kepemilikan media akan cenderung turun ke ranah
politik dengan tujuan-tujuan tertentu khususnya demi memuluskan langkah dari
sebuah calon pemimpin dengan menampilkan beberapa cuplikan seperti iklan atau
profile seorang calon pemimpin agar masyarakat selaku audience dapat mudah
terpengaruh. Selain itu, pemilik media akan meyakini hal itu dengan
menyimpulkan bahwa masyarakat akan memlih calon pemimpin tersebut yang pada
faktanya seharusnya penguasa media harus bersikap netral sehingga terjadilah
politik yang sehat dan tidak menciderakan demokrasi Negara Indonesia tercinta
ini.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dalam peran kepemilikan
media seperti yang di paparkan diatas dengan mencantumkan beberapa referensi
sebagai landasan dalam setiap pembahasan yang saya tulis ini, saya menyimpulkan
bahwa kepemilikan media memilki peran penting dibawah kendali perpolitikan
Negara Indonesia. Bagaimana tidak, seperti setahun kebelakang, kepemilikan
media mengambil peran sebagai pendukung terhadap paslon masing-masing dengan
keikutsertaannya agar masyarakat mampu menentukan pilihannya sendiri dengan
beberapa cuplikan yang menjadikan paslon tersebut unggul dalam segala sesuatu
sebagai kriteria pemimpin. Maka oleh karena itu, tidak lain dan tidak mungkin
kepemilikan media sangat berperan serta terhadap semua kegiatan politik
terlebih pada ajang-ajang pemilihan kepala-kepala lainnya sebagai pemimpin
sekaligus paslon terpilih yang mempengaruhi masyarakat selaku audience dalam
setiap penayangan yang ada.
4.2 SARAN
Masuk dalam pembahasan
saran, alangkah baiknya kepemilikan media saat ini tidak ikut serta dalam ajang
perpolitikan Indonesia khususnya media yang hingga saat ini masih adanya campur
tangan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, seluruh pemilik media harus menjauhkan
hal-hal yang berbau politik ke dalam media yang dimana media selalu menjadi
mala bencana dalam setiap politik yang terjadi khususnya masyarakat selaku
audience sebagai penikmat media dengan mengharapkan informasi yang tidak
mendukung salah satu pihak. Jika salah satu pihak bersalah maka media harus
memberikan informasi yang factual tanpa mengesampingkan hal tersebut menjadi
sebuah pembenaran karena masyarakat butuh informasi yang apa adanya tanpa unsur
belaka.
Demikianlah pokok-pokok dari pembahasan diatas
yang dapat saya paparkan. Besar harapan saya pada karya ilmiah yang saya buat
ini agar dapat bermanfaat untuk para pembaca lainnya. Karena keterbatasan dari
pengetahuan dan referensi yang saya dapatkan telah menyadari bahwa karya ilmiah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar karya ilmiah yang saya tulis ini dapat disusun
menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
[1] https://counteranalysis.wordpress.com/2010/04/15/kepemilikan-media/
[2] https://www.kompasiana.com/mahfud.achyar/54f90b62a33311ce308b4b0b/analisis-kepemilikan-media-berdasarkan-perspektif-ekonomi-dan-politik
[3]https://pakarkomunikasi.com/teori-komunikasi-massa-mcquail
[4] https://www.kompasiana.com/mahfud.achyar/54f90b62a33311ce308b4b0b/analisis-kepemilikan-media-berdasarkan-perspektif-ekonomi-dan-politik